![]() |
Mendaki Gunung Agung |
Halo
guys how are you today?? I hope kalian baik-baik saja. Pada postingan kali ini
gue bakal menceritakan kisah pengalaman pertama kali mendaki gunung lewati
lembah berjalan-jalan indah (kemungkinan mendaki gunung lagi adalah 96,13%)
hehehe.
Mendaki gunung adalah salah satu
kegiatan pencinta alam, ketika yang berarti hanyalah sandang dan pangan.
Kesabaran, kebersamaan, daya tahan sangat diuji. Jika kalian ingin mendaki
gunung minimal bawalah 2 botol besar air mineral dan 4 roti besar.
Masing-masing 1 botol minum 2 roti untuk naik turun gunung. Itu STANDAR MINIMAL
loh menurutku. Gunakan pakaian yang tebal untuk menutupi tubuhmu dan sarung
tangan. Batunya banyak yang tajam jadi sarung tangan sangat berfungsi. Dan akan
lebih baik juga bawa jas hujan untuk berjaga-jaga. Ingat juga jaga sikap,
gunung adalah tempat yang suci. Penjelasan dari seorang amatir huehehe.
Baik beginilah awal kisahnya tet teret
teret. 31 Desember 2014 dalam memperingati tahun baru yang biasanya dinikmati
dengan minum-minum, gue dan Ari
Sastra memutuskan untuk mendaki gunung, gunung dalam makna yang sebenarnya
*tepuk tangan*. Kami tak hanya berangkat berdua namun juga dengan teman yang
lain yaitu Wira, Pande, Andis, Teja, Chandra dan 2 orang lagi yang namanya
belum teridentifikasi (lupa kenalan). Awalnya sih ingin mendaki Gunung Batur
karena kediktatoran Ari Sastra, di
putuskan mendaki Gunung Agung.
Kami berangkat jam 10.30 p.m. dan
rencananya begadang sampai jam 2 a.m. di Pura Pasar Agung lalu mendaki.
Setibanya di Pura Pasar Agung kami sembahyang dulu untuk memohon keselamatan,
ingat kalau sembahyang isi sesari seikhlasnya.
Setelah sembahyang kami bercerita-cerita sambil nunggu jam 2. “Jedar.. jedar..
jedar..” suara petir kemudian hujan. Oh shit padahal sedikit lagi mendaki.
Hmm,, akhirnya kami tidur nunggu hujan reda, saling pelukan seperti teletabis
dan rebutan selimut dengan gaya manja sampai jam 5 pagi, oh tidaaaak.
Dalam pikiran ini jadi ga, jadi ga,
soalnya ini udah jam 5 pagi di tanggal 1 Januari 2015. Eh ternyata jadi. Dengan
modal nekat kami mendaki gunung kayak di film 5 cm. Penerangan hanya dengan
senter, gue make senter hasil minjam dari paman. Ga punya ya minjam (Ingat,
kalau minjam wajib kembaliin). Jalan becek, hawa dingin hutan kami terobos.
Pelan-pelan asal selamat. Di antara kami yang paling sering ngaso adalah Andis,
mungkin karena lama ga olahraga atau dia perokok sehingga nafasnya pendek.
Terus berjalan dan sampai pada sebuah pelinggih dan juga mata air, kami
sempatkan sembahyang di sana. Di dekat pelinggih itu ternyata ada yang bikin
tenda juga.
Habis sembahyang kami melanjutkan
perjalanan lagi, jalan tanah menanjak yang dikelilingi pohon masih normal bisa
kami lalui. Hutan yang terbakar di Gunung Agung masih tampak terlihat bekasnya.
Sampai akhirnya kami menemui jalan terjal bebatuan berubahlah kami menjadi
Spider-man. Kamu cuma perlu kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,
mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering
melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja dan hati
yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu
berdoa. Ehem ehem.
Dalam perjalanan ini kami bertemu
dengan rombongan lain baik orang lokal, turis Eropa dan turis Singapura. Dan
kami sempat berselfie dengan orang-orang Singapur yang putih-putih ini, kali
aja cakepnya nular huehehe.
![]() |
Foto Bareng Turis Singapura |
Hasrat berselfie sudah terpenuhi lalu jalan lagi, terus daki daki dan daki dan taraaaa... Sampai
puncak juga jam 10 pagi. Jalan dari bawah ke puncak 5 jam. Efek keseringan
istirahat dan berfoto-foto, dasar alay. Di puncak foto lagi haha. Andis dan
Agus aja yang ga sampai puncak, dia melambaikan
tangan ke kamera.
![]() |
Foto di Puncak Gunung Agung |
Akhir dari ‘penderitaan’ ini belum terakhir. Kabut mulai bermunculan, kami
harus turun. Turun gunung lebih sulit karena licin dan mungkin terpeleset.
Makanan dan minuman habis saat mendaki jadi ga ada bekal untuk turun, salah
satu bikin kesal karena ga semua yang bawa makanan. Badan gemetar, lapar
disanalah emosi gue memuncak. Gue kasihan ngeliat Teja kecapean jadi gue
temenin dia sampai akhirnya tertinggal jauh dari rombongan. Gue dan Teja
maksain diri sampai akhirnya ketemu rombongan lagi. Dengan senyum simpul dan
kemenangan sampai bawah dengan selamat. Asalkan terus bersama dan tentunya ada
minuman dan makanan hal ini akan berjalan lebih mudah.
Mendaki
gunung itu adalah sebuah penderitaan, penderitaan dalam makna positif. Efek
mendaki ini kaki gue tegang selama 5 hari, ya kaki gue yang tegang bukan yang
lain. Kurangnya mendaki gunung kali ini adalah tak dapar lihat matahari terbit,
soalnya berangkat jam 5 pagi. Lain ceritanya kalau mendaki jam 2 pagi. Sekian :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar